MAKALAH
MEMAHAMI ALQURAN HADIST DAN IJTIHAD
DISUSUN OLEH:
FENYL
KELAS X-IPS-2
SMA NEGERI 1 BATEBALLA
KATA
PENGANTAR
Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Rahmat dan keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga hari pembalasan kelak. Dan tak lupa kami bersyukur atas tersusunnya Makalah kami ini.
Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain
untuk memperkaya ilmu pengetahuan kita semua, dan untuk memenuhi tugas mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dengan terselesaikannya makalah ini, maka tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak- pihak yang berperan dalam membantu penyusunan makalah ini hingga selesai seperti saat ini.
Dengan terselesaikannya makalah ini, maka tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak- pihak yang berperan dalam membantu penyusunan makalah ini hingga selesai seperti saat ini.
Akhir kata kami mengharapkan adanya kritik dan saran
atas kekurangan kami dalam penyusunan makalah ini, dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna.
Penyusun
BAB
1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci ummat Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril. Secara harfiah Qur’an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur’an sendiri lebih pada kata-kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan.
Al-Qur’an adalah kitab suci ummat Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril. Secara harfiah Qur’an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur’an sendiri lebih pada kata-kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an
disampaikan kepada Muhammad melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri
terjadi secara bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 M.
Walau Al-Qur’an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan
banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskannya pada tulang, batu-batu
dan dedaunan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an yang ada saat ini persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur’an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al-Qur’an yang ada saat ini, pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 M. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk keseragaman.
Hadits (bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an. Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an yang ada saat ini persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur’an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al-Qur’an yang ada saat ini, pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 M. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk keseragaman.
Hadits (bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an. Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
kedudukan Al-Qur’an, Hadis, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam?
2. Bagaimana
cara menjalankan Al-Qur’an, Hadis, dan Ijtihad sebagai pedoman hidup?
C. Tujuan
1. Untuk
lebih memahami/mendalami Al-Qur’an, Hadis, dan Ijtihad sebagai sumber hukum
Islam yang sebenar-benarnya.
2. Untuk
dapat menerapkan perilaku mulia dalam kehudupan sehari-hari melalui Al-Qur’an
dan Hadis sebagai pedoman hidup.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Al-Qur’an
Pengertian Al-Qur’an
Sebagaimana telah disinggung sebelum ini tentang sumber dalil dalam hukum Islam, maka Al-Qur’an merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam.
Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-‘a yang bermakna Talaa keduanya berarti: membaca, atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi).
Pengertian Al-Qur’an
Sebagaimana telah disinggung sebelum ini tentang sumber dalil dalam hukum Islam, maka Al-Qur’an merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam.
Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-‘a yang bermakna Talaa keduanya berarti: membaca, atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi).
Secara Syari’at (Terminologi)
Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (Al-Insaan:23)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya
berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga Al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya,
Allah ta’ala telah menjaga Al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benr-benar
memeliharanya.” (Al-Hijr:9)
Al-Qur’an disampaikan kepada kita secara mutawatir,
baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dan
terpelihara dari perubahan dan pergantian . Sebagaimana telah disebutkan bahwa
sedikitpun tidak ada keraguan atas kebenaran dan kepastian isi Al-Qur’an itu,
dengan kata lain Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah. Oleh karena itu
hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an merupakan aturan-aturan yang
wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Banyak ayat-ayat yang menerangkan
bahwa Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah.
Dalam surah An Nisa ayat 10 yang artinya,
“Sesungguhnya telah kami turunkan kepada engkau (Muhammad) kitab Al-Qur’an
dengan membawa kebenaran”. Surah An Nahl ayat 89, “Dan telah kami turunkan
kepada engkau (Muhammad) kitab Al-Qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu dan
ia merupakan petunjuk, rahmat serta pembawa kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri”. Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan
bahwa Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah.
Al-Qur’an turun di dua tempat yaitu:
- Di Mekkah atau yang disebut Ayat Makkiyah. Pada umumnya berisikan soal-soal kepercayaan atau ketuhanan, mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, ayat-ayatnya pendek dan ditujukan kepada seluruh ummat. Banyaknya sekitar 2/3 seluruh ayat-ayat Al-Qur’an.
- Di Madinah atau yang disebut Ayat Madaniyah. Ayat-ayatnya panjang, berisikan peraturan yang mengatur hubungan sesama manusia mengenai larangan, suruhan, anjuran, hukum-hukum dan syari’at-syari’at, akhlaq, hal-hal mengenai keluarga, masyarakat, pemerintahan, perdagangan, hubungan manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan sebagainya.
Mu’jizat Al-Qur’an
Al-Qur’an memiliki mu’jizat-mu’jizat yang membuktikan bahwa ia benar-benar datang dari Allah SWT. Menurut Mana’ Qattan di dalam buku Mabahits Fi Ulumil Qur’an menyebutkan bahwa Al-Qur’an memilki mujizat pada 4 bidang yaitu:
Al-Qur’an memiliki mu’jizat-mu’jizat yang membuktikan bahwa ia benar-benar datang dari Allah SWT. Menurut Mana’ Qattan di dalam buku Mabahits Fi Ulumil Qur’an menyebutkan bahwa Al-Qur’an memilki mujizat pada 4 bidang yaitu:
- Pada lafadz dan susunan kata. Pada zaman Rasulullah Syair sangat trend pada saat itu maka Al-Qur’an turun dengan kata-kata dan susunan kalimat yang maha puitis, sehingga Al-Qur’an memastikan bahwa tak ada seorangpun yang dapat membuat satu surah sekalipun semisal Al-Qur’an. Seperti yang termaktub dalam surah Al Isra ayat 88, Hud ayat 13-14, Yunus ayat 38 dan Al Baqarah ayat 23.
- Pada keterangannya, selain pada kata-katanya Al-Qur’an juga memiliki mu’jizat pada artinya yang membuka segala hijab tentang hakikat manusiawi.
- Pada ilmu pengetahuan. Di dalam terdapat sangat banyak pengetahuan baik hal yang zahir maupun yang gaib, baik masa sekarang maupun yang akan datang.
- Pada
penetapan hukum. Peraturan yang ada di dalam Al-Qur’an bebas dari
kesalahan karena ia berasal dari Tuhan Yang Maha Tahu atas segala
ciptaanNya.
Fungsi dan Tujuan Al-Qur’an
Al-Qur’an pertama kali turun di Gua Hira surah Al
Alaq ayat 1-5 dan terakhir kali turun surah al Maidah ayat 3. Al-Qur’an terdiri
dari 30 juz, 144 surah, 6.326 ayat, 324.345 huruf . Al-Qur’an berfungsi
sebagai:
- Sumber pokok dan utama dari segala sumber-sumber hukum yang ada. Hal ini dilandasi oleh ayat Al-Qur’an di dalam surah An Nisa ayat 5.
- Penuntun manusia dalam merumuskan semua hukum, agar tercipta kemaslahatan dan keselamatan harus berpedoman dan berwawasan Al-Qur’an.
- Petunjuk yang diturunkan Allah SWT kepada umat manusia dengan penuh rahmat kepada kebahagiaan umat manusia baik didunia maupun diakhirat dan sebagai ilmu pengetahuan.
Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan
Al-Qur’an
- Akidah
Akidah adalah keyakinan atau kepercayaan. Akidah islam adalah keyakinan atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya dengan sepenuh hati oleh setiap muslim.Dalamislam,akidah bukan hanya sebagai konsep dasar yang ideal untuk diyakini dalam hati seorangmuslim.Akan tetapi,akidah tau kepercayaan yang diyakini dalam hati seorang muslim itu harus mewujudkan dalam amal perbuatan dan tingkah laku sebagai seorang yang beriman. - Ibadah
dan Muamalah
Kandungan penting dalam Al-Qur’an adalah ibadah dean muamallah.Menurut Al-Qur’an tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah agar mereka beribadah kepada Allah.Seperti yang dijelaskan dalam (Q.S Az,zariyat 51:56)
Manusia selain sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk sosial.manusia memerlukan berbagai kegiatan dan hubungan alat komunikasi .Komonikasi dengan Allah atau hablum minallah ,seperti shalat,membayar zakat dan lainnya.Hubungan manusia dengan manusia atau hablum minanas ,seperti silahturahmi,jual beli,transaksi dagang, dan kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan seperti itu disebut kegiatan Muamallah,tata cara bermuamallah di jelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 82. - Hukum
Secara garis besar Al-Qur’an mengatur beberapa ketentuan tentang hukum seperti hukum perkawinan,hukum waris,hukum perjanjian,hukum pidana,hukum musyawarah,hukum perang,hukum antar bangsa. - Akhlak
Dalam bahasa Indonesia akhlak dikenal dengan istilah moral .Akhlak,di samping memiliki kedudukan penting bagi kehidupan manusia,juga menjadi barometer kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugasnya.Nabi Muhammad saw berhasil menjalankan tugasnya menyampaikan risalah islamiyah,anhtara lain di sebabkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap ajhlak.ketinggian akhlak Beliau itu dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4. - Kisah-kisah
umat terdahulu
Kisah merupakan kandungan lain dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an menaruh perhatian penting terhadap keberadaan kisah di dalamnya.Bahkan,di dalamnya terdapat satu surat yang di namaksn al-Qasas.Bukti lain adalah hampir semua surat dalam Al-Qur’an memuat tentang kisah. Kisah para nabi dan umat terdahulu yang diterangkan dalam Al-Qur’an antara lain di jelaskan dalam surat al-Furqan ayat 37-39. - Isyarat
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Al-Qur’an banyak menghimbau manusia untuk mengali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.Seperti dalam surat ar-rad ayat 19 dan al zumar ayat 9.
Selain kedua surat tersebut masih banyak lagi
dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dalam
kedokteran,farmasi,pertanian,dan astronomi yang bermanfaat bagi kemjuan dan
kesejahteraan umat manusia.
Keistimewaan Dan Keutamaan Al-qur’an :
- Memberi pedoman dan petunjuk hidup lengkap beserta hukum-hukum untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia seluruh bangsa di mana pun berada serta segala zaman / periode waktu.
- Memiliki ayat-ayat yang mengagumkan sehingga pendengar ayat suci al-qur’an dapat dipengaruhi jiwanya.
- Memberi gambaran umum ilmu alam untuk merangsang perkembangan berbagai ilmu.
- Memiliki ayat-ayat yang menghormati akal pikiran sebagai dasar utama untuk memahami hukum dunia manusia.
- Menyamakan manusia tanpa pembagian strata, kelas, golongan, dan lain sebagainya. Yang menentukan perbedaan manusia di mata Allah SWT adalah taqwa.
- Melepas kehinaan pada jiwa manusia agar terhindar dari penyembahan terhadap makhluk serta menanamkan tauhid dalam jiwa.
Kehujjahan Al-Qur’an
Al-Qur’an dari segi penjelasannya ada 2 macam,
Al-Qur’an dari segi penjelasannya ada 2 macam,
Pertama muhkam yaitu ayat-ayat yang teran artinya,
jelas maksudnya dan tidak mengandung keraguan atau pemahaman lain selain
pemahaman yang terdapat pada lafaznya.
Kedua mutasyabih yaitu ayat yang tidak jelas artinya
sehingga terbuka kemungkinan adanya berbagai penafsiran dan pemahaman yang
disebabkan oleh adanya kata yang memiliki dua arti/maksud, atau karena
penggunaan nama-nama dan kiasan-kiasan.
Ibarat Al-Qur’an dalam menetapkan dan menjelaskan hukum yang berupa perintah dan larangan ada beberapa model.
Ibarat Al-Qur’an dalam menetapkan dan menjelaskan hukum yang berupa perintah dan larangan ada beberapa model.
- Suruhan, yang berarti keharusan untuk mengerjakan atau meninggalkan. Keharusan seperti perintah shalat, Allah berfirman yang artinya,”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. Larangan contohnya firman Allah dalam surah Al An’am ayat 151 yang artinya,”Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan hak”.
- Janji baik dan buruk, pahala dan dosa serta pujian dan celaan.
- Ibarat, contohnya seprti istri yang ditalak harus menjalankan masa iddah.
B. As-Sunnah(Al-Hadits)
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
Artinya: ” … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
Artinya: ” … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)
Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan
seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan
cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia
pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki
akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam
yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
رَسُوْلِهِ سُنَّةُ وَ اللهِ كِتَابَ اَبَدًا ضِلُّوْا تَلَنْ بِهِمَا مَسَّكْتُمْ تَمَا اَمْرَيْنِ فِيْكُمْ تَرَكْتُ
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara
untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada
keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah Rasulnya”. (HR. Imam Malik)
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut.
Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an, sehingga kedunya (Al-Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al-Qur’an menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya :
Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)
Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta.
- Memberikan
rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat
umum. Misalnya, ayat Al-Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar zakat,
dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar. Seperti tidak
menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat, tidak
merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan cara-cara melaksanakan
haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oleh rasullah SAW dalam
haditsnya. Contoh lain, dalam Al-Qur’an Allah SWT mengharamkan bangkai,
darah dan daging babi. Firman Allah sebagai berikut:
Artinya: “Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi…” (QS Al Maidah : 3)
Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang. Sabda Rasulullah SAW:
وَالطِّحَالِ فَالْكَبِدُ : الدَّمَانِ وَاَمَّا, وَالْجَرَادُ
الْحُوْتُ: الْمَيْتَتَانِ فَامَّا, دَمَانِ وَ مَيْتَتَانِ لَنَا اُحِلَّتْ
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)
- Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
بِالتُّرَابِ اَوْلَهِنَّ مَرَّاتٍ سَبْعَ يُغْسِلَ اَنْ
الْكَلْبُ فِيْهِ وَلِغَ اِذَا اَحَدِكُمْ اِنَاءِ طُهُوْرُ
Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)
Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)
Hadits menurut sifatnya mempunyai
klasifikasi sebagai berikut:
- Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits
- Hadits Makbul, adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk Hadits Makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan
- Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
- Hadits
Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat
atau lebih syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif
banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain,
disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan
yang tidak dipenuhi
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatan
3. Sanadnya tidak terputus
4. Hadits itu tidak berilat, dan
5. Hadits itu tidak janggal
C.
Ijtihad
Pengertian
ijtihad secara bahasa atau pengertian menurut bahasa, ijtihad artinya,
bersungguh-sungguh menggunakan tenaga dan pikiran. Sedangkan dalam pengertian
secara istilah, ijtihad ialah, menggunakan pikiran untuk menetapkan hukum atas
sesuatu perkara yang dalam al Qur’an dan Sunnah Rasulullah belum dinyatakan
hukumnya. Akan tetapi, pengertian tersebut sama sekali tidak berarti bahwa
dalam Al Qur’an dan Sunnah terdapat kekurangan, hanya saja manakala beberapa
masalah tidak ditetapkan hukumnya.
Menurut
pengertian kebahasaan kata Ijtihad berasal dari bahasa Arab, yang kata
kerjanya “jahada”, yang artinya berusaha dengan
sungguh-sungguh. Menurut istilah dalam ilmu fikih, ijtihad berarti mengerahkan
tenaga dan pikiran dengan sungguh-sungguh untuk menyelidiki dan mengeluarkan
hukum-hukum yang terkandung du dalam al Qur’an dan Hadis dengan syarat-syarat
tertentu. (Syamsuri, 2006: 62)
Ijtihad
menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah al Qur’an dan Hadis.
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan
dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.
dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya,
agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim
diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku
(saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat
petunjuk.”
Dari
ayat tersebut dapat dipahami bahwa orang yang berada jauh dari Baitullah,
apabila hendak mengerjakan sholat ia dapat mencari dan menentukan arah kiblat
saat itu melalui ijtihad dengan mencurahkan pikirannya berdasarkan tanda-tanda
yang ada.
Macam-macam
ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
· Ijma’,
yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan
menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW
sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara
musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama
dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
· Qiyas, yaitu
berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain
Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu
perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang
sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan
‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap
meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti
hati orang tua.
· Istihsan,
yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih
kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah
kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang
menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita
dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan
tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan
atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di
awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
· Mushalat
Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut
istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan
untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan
tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
· Sududz
Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut
istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram
demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras
walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti
ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk
bahkan menjadi kebiasaan.
· Istishab,
yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa
lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya,
seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti
ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia
harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
· Urf, yaitu
berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan
uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab
kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
Kedudukan
dan fungsi Ijtihad
Kedudukan ijtihad merupakan sumber hukum yang ketiga setelah Al – Qur’an dan As-Sunah. Berijtihad itu sangat berguna sekali untuk mendapatkan hukum syara’ yang dalilnya tidak terdapat dalam Al – Qur’an maupun hadits dengan tegas.
Ditinjau dari fungsi ijtihad, ijtihad itu perlu dilaksanakan :
a. Pada suatu peristiwa yang waktunya terbatas, sedangkan hukum syara’ yang mengenai peristiwa sangat diperlukan, dan juga tidak segera ditentukan hukumnya, maka dikhawatirkan kesempatan menentukan hukum itu akan hilang .
b. Pada suatu peristiwa diperlukan hukum syara’ di suatu daerah yang terdapat banyak para ahli ijtihad, sedang waktu peristiwa itu tidak mendesak maka hal yang semacam itu perlu adanya ijtihad, karena dikhawatirkan akan terlepas dari waktu yang ditentukan.
c. Terhadap masalah-masalah yang belum terjadi yang akan kemungkinan nanti akan diminta tentang hukum masalah-masalah tersebut, maka untuk ini diperlukan ijtihad.
Kedudukan ijtihad merupakan sumber hukum yang ketiga setelah Al – Qur’an dan As-Sunah. Berijtihad itu sangat berguna sekali untuk mendapatkan hukum syara’ yang dalilnya tidak terdapat dalam Al – Qur’an maupun hadits dengan tegas.
Ditinjau dari fungsi ijtihad, ijtihad itu perlu dilaksanakan :
a. Pada suatu peristiwa yang waktunya terbatas, sedangkan hukum syara’ yang mengenai peristiwa sangat diperlukan, dan juga tidak segera ditentukan hukumnya, maka dikhawatirkan kesempatan menentukan hukum itu akan hilang .
b. Pada suatu peristiwa diperlukan hukum syara’ di suatu daerah yang terdapat banyak para ahli ijtihad, sedang waktu peristiwa itu tidak mendesak maka hal yang semacam itu perlu adanya ijtihad, karena dikhawatirkan akan terlepas dari waktu yang ditentukan.
c. Terhadap masalah-masalah yang belum terjadi yang akan kemungkinan nanti akan diminta tentang hukum masalah-masalah tersebut, maka untuk ini diperlukan ijtihad.
BAB
III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dalil secara etimologis dengan “sesuatu yang dapat memberi petunjuk kepada apa yang dikehendaki”. Secara terminologis dalil hukum ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan alasan atau pijakan yang dapat dipergunakan dalam usaha menemukan dan meneapkan hukum syara atas dasar pertimbangan yang benar dan tepat. Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan pemikiran ushul fikih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apa yang disebut denagan dalil hukum adalah mencakup dalil-dalil lain yang dipergunakan dalam istinbat hukum selain Al-Qur’an dan As-Sunnah
Al-Qur’an merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam. Al-Qur’an yang berasal dari kata qara’a yang dapat diartikan dengan membaca, namun yang dimaksud dengan Al-Qur’an dalam uraian ini ialah,”kalamullah yang diturunkan berperantakan ruhul amin kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa arab, agar menjadi hujjah bagi Rasul bahwa ia adalah utusan Allah dan agar menjadi pelajaran bagi orang yang mengikuti petunjuknya. Menjadi ibadah bagi siapa yang membacanya, ia ditulis di atas lembaran mushaf, dimulai dengan surah Al Fatihah dan di akhiri dengan surah An Naas. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generai ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari perubahan dan pergantian.
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.
Dalil secara etimologis dengan “sesuatu yang dapat memberi petunjuk kepada apa yang dikehendaki”. Secara terminologis dalil hukum ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan alasan atau pijakan yang dapat dipergunakan dalam usaha menemukan dan meneapkan hukum syara atas dasar pertimbangan yang benar dan tepat. Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan pemikiran ushul fikih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apa yang disebut denagan dalil hukum adalah mencakup dalil-dalil lain yang dipergunakan dalam istinbat hukum selain Al-Qur’an dan As-Sunnah
Al-Qur’an merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam. Al-Qur’an yang berasal dari kata qara’a yang dapat diartikan dengan membaca, namun yang dimaksud dengan Al-Qur’an dalam uraian ini ialah,”kalamullah yang diturunkan berperantakan ruhul amin kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa arab, agar menjadi hujjah bagi Rasul bahwa ia adalah utusan Allah dan agar menjadi pelajaran bagi orang yang mengikuti petunjuknya. Menjadi ibadah bagi siapa yang membacanya, ia ditulis di atas lembaran mushaf, dimulai dengan surah Al Fatihah dan di akhiri dengan surah An Naas. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generai ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari perubahan dan pergantian.
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.
ijtihad secara bahasa atau pengertian menurut
bahasa, ijtihad artinya, bersungguh-sungguh menggunakan tenaga dan pikiran.
Sedangkan dalam pengertian secara istilah, ijtihad ialah, menggunakan pikiran
untuk menetapkan hukum atas sesuatu perkara yang dalam al Qur’an dan Sunnah
Rasulullah belum dinyatakan hukumnya. Akan tetapi, pengertian tersebut sama
sekali tidak berarti bahwa dalam Al Qur’an dan Sunnah terdapat kekurangan,
hanya saja manakala beberapa masalah tidak ditetapkan hukumnya.
B. Saran
Makalah
ini tidak mendekati kesempurnaan, dan untuk menyempurnakannya membutuhkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar