MAKALAH
JUJUR DAN
MENEPATI JANJI
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
DELFINA
SMK NEGERI 1 BATEBALLA
TAHUN AJARAN
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas berkat dan rahmat Allah
Yang Maha Esa akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Jujur
Dan Menepati Janji”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Guru yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.
Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan
dalam makalah ini, penulis minta maaf yang sebesar-besarnya. Penulis yakin
bahwa makalah ini tidak semuanya sempurna, maka penulis menerima kritik dan
saran dalam rangka penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan menerima hasil yang diharapkan.
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kejujuran adalah adalah salah satu kunci kesuksesan dalam
hidup. Banyak perkara-perkara sulit yang dapat teratasi dengan oleh orang-orang
yang dikenal kejujurannya.
Kejujuran juga merupakan salah satu faktor keselamatan baik
di dunia mau pun di akhirat, oleh karena itu Islam memandang penting akan sifat
jujur dari penganut-penganutnya.
Dalam pergaulan kita sehari-hari, ada
satu jenis bumbu pergaulan yang disebut dengan ‘‘janji”. Janji sering digunakan
oleh orang yang mengadakan transaksi perdagangan, oleh politikus yang tengah
berkampanye, oleh orang yang memiliki hutang tetapi sampai waktunya dia belum
bisa memenuhinya, bahkan janji dilakukan pula oleh ibu-ibu kepada anak-anaknya
di saat mau pergi ke pasar tanpa mengajak mereka dengan maksud agar si anak
rela untuk tidak ikut ke pasar. Mereka begitu menganggap enteng untuk
mengucapkan janji.
Ujung-ujungnya, ada di antara mereka
yang konsisten dengan janjinya, sehingga dia berupaya untuk memenuhi janjinya
itu. Namun ada dan banyak pula di antara mereka yang ingkar janji, sehingga
membuat kecewa berat bagi orang yang mendapat janji tadi.
Padahal Rasulullah Saw dengan tegas
mengatakan bahwa janji itu adalah hutang dan Allah SWT sendiri telah
mengingatkan melalui Al Quran surat Al Isra’ 34 bahwa janji itu harus ditepati,
karena janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya.
Di dalam makalah ini, sedikit kami
jelaskan tentang tuntutan menepati janji. Kami berharap dengan adanya makalah
ini, semoga dapat membantu menghadapi berbagai persoalan yang berkaitan dengan
masalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari janji?
2.
Apakah hukum menepati janji?
3.
Apa pengertian
jujur?
4.
Apa saja
bentuk-bentuk kejujuran?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari janji.
2. Untuk
mengetahui hukum menepati janji.
3.
Untuk mengetahui
pengertian jujur
4. Untuk
mengetahui bentuk-bentuk
kejujuran
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jujur
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa
adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu
tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang
Dengan demikian, jujur berarti
keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita
sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau
tidak, maka dikatakan dusta.
Dalam bahasa Arab, Jujur merupakan
terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata
lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur
merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut
dengan benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai dengan kenyataan[2].
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada
pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu
sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah
dikatakan sebagai orang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang
berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Begitu pula orang
munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan
dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya.
B. Bentuk-Bentuk
Kejujuran
Ada beberapa bentuk kejujuran yang
sudah semestinya dimiliki oleh setiap muslim, yaitu:
1. Kejujuran
lisan (shidqu al lisan)
Kejujuran lisan yaitu memberitakan
sesuatu sesuai dengan realita yang terjadi, menepati sumpah atau janji, kecuali
untuk kemashlahatan yang dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang,
mendamaikan dua orang yang bersengketa atau menyenangkan istri, dan semisalnya.
Rasulullah saw. Bersabda yang artinya: “Jaminlah kepadaku enam perkara dari
diri kalian, niscaya aku menjamin bagi kalian surga: jujurlah jika berbicara,
penuhilah jika kalian berjanji, tunaikan jika kalian dipercaya, jagalah
kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan kalian, dan tahanlah tangan kalian”.
(HR Hakim)
2. Kejujuran
niat dan kemauan (shidqu an niyyah wa al iradah)
Yang dimaksud dengan kejujuran niat dan
kemauan adalah motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam semua
kondisi adalah dalam rangka menunaikan hukum Allah Ta’ala dan ingin mencapai
ridhaNya. Dalam hal ini Rasul saw. Bersabda yang berarti: “Barang
siapa menginginkan syahid dengan penuh kejujuran maka dia akan dikaruninya,
meski tidak mendapatkannya”. (HR Muslim)
3. Kejujuran
tekad dan amal Perbuatan
Jujur dalam tekad dan amal berarti
melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang diridhai oleh Allah Swt. dan
melaksanakannya secara kontinyu. Allah Swt. Berfirman.
Artinya: “Di antara orang-orang
mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada
Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula)
yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (QS. Al
Ahzab: 23)
C. Keutamaan Jujur
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena
kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya
kepada akhlak tersebut. Terdapat beberapa keutamaan jujur, diantaranya:
1. Menentramkan
hati. Rasulullah SAW bersabda: “Jujur itu merupakan ketentraman hati”.
2. Membawa
berkah. Rasulullah SAW bersabda: “Dua orang yang jual beli itu boleh
pilih-pilih selama belum berpisah. Jika dua-duanya jujur dan terus terang,
mereka akan diberkahi dalam jual belinya. Dan jika dua-duanya bohong dan
menyembunyikan, hilanglah berkah jual beli mereka”.
3. Meraih
kedudukan yang syahid. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang
meminta syahid kepada Allah dengan sungguh-sungguh (jujur), maka Allah akan
menaikkannya ke tempat para syuhada meskipun mati di tempat tidurnya”.
4. Mendapat
keselamatan[5]. Dusta juga dalam hal-hal tertentu
diperbolehkan, jika jujur ketika itu bisa menimbulkan kekacauan.
D. Pengertian Menepati Janji
Janji menurut Kamus Bahasa Indonesia
adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk
berbuat. Pengertian lain menyebutkan, bahwa yang disebut dengan janji
adalah pengakuan yang mengikat diri sendiri terhadap suatu ketentuan yang harus
ditepati atau dipenuhi. Al Quran, menggunakan tiga istilah yang maknanya
berjanji, yaitu :
- wa ’ada. Contohnya : Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar
- ahada. Contohnya : Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya (Q.S.Al: Mu’minun ).
- aqada. Contohnya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Aqad (perjanjian) di sini mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
Selanjutnya, janji dalam Arti
’aqad/’aqada menurut Abdullah bin Ubaidah ada 5 macam :
- ‘aqad iman / kepercayaan yang biasa disebut ‘aqidah.
- ‘aqad nikah
- ‘aqad jual beli
- ‘aqad dalam arti perjanjian umuni
- ‘aqad sumpah.
Satu sifat lagi yang hampir identik
dengan dua sifat sebelumnya (shiddiq dan amanah) adalah menepati janji.
Menepati janji berarti berusaha untuk memenuhi semua yang telah dijanjikan
kepada orang lain di masa yang akan datang. Orang yang menepati janji orang yang
dapat memenuhi semua yang dijanjikannya. Lawan dari menepati janji adalah
ingkar janji. Menepati janji merupakan salah satu sifat terpuji yang
menunjukkan keluhuran budi manusia dan sekaligus menjadi hiasan yang dapat
mengantarkannya mencapai kesuksesan dari upaya yang dilakukan. Menepati janji
juga dapat menarik simpati dan penghormatan orang lain. Rasulullah Saw. tidak
pernah mengingkari janji dalam hidupnya, sebaliknya beliauselalu menepati
janji-janji yang pernah dilontarkan. Kita pun sebagai umat Nabi sudahselayaknya
meneladani beliau dalam hal menepati janji ini sehingga kita selalu dipercaya
oleh orang-orang yang berhubungan dengan kita.Dalam beberapa ayat al-Quran,
Allah menegaskan kewajiban orang yang beriman untuk menepati janji. Dalam QS. al-Maidah
(5): 1 Allah Swt. berfirman:
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah:
1)
Firman Allah dalam surat Al-Isra’:34
Artinya :“Dan janganlah kamu mendekati
harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia
dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya.” (QS. Al-Isra’:
34)
Janji memang ringan diucapkan namun
berat untuk ditunaikan. Betapa banyak orangtua yang mudah mengobral janji
kepada anaknya tapi tak pernah menunaikannya. Betapa banyak orang yang dengan
entengnya berjanji untuk bertemu namun tak pernah menepatinya. Dan betapa
banyak pula orang yang berhutang namun menyelisihi janjinya. Bahkan meminta
udzur pun tidak. Padahal, Rasulullah telah banyak memberikan teladan dalam hal
ini termasuk larangan keras menciderai janji dengan orang-orang
kafir. Manusia dalam hidup ini pasti ada keterikatan dan pergaulan dengan
orang lain. Maka setiap kali seorang itu mulia dalam hubungannya dengan manusia
dan terpercaya dalam pergaulannya bersama mereka, maka akan menjadi tinggi
kedudukannya dan akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Sementara seseorang
tidak akan bisa meraih predikat orang yang baik dan mulia pergaulannya, kecuali
jika ia menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak yang terpuji. Dan di antara
akhlak terpuji yang terdepan adalah menepati janji.
E. Macam-Macam Janji
Sayyid Ridha dalam tafsir Al Manar,
membagi janji itu ke dalam tiga bagian, yaitu : janji kepada Allah janji kepada
diri sendiri janji kepada sesama manusia. Bagi kita insan beriman,
ketiga-tiganya biasa kita lakukan :
- JanjikitakepadaAllahSWT
Ketika kita menjalankan shalat, pada doa iftitah kita mengucapkan :
Sesungguhnya shalatku. ibadahku, hidup dan matiku, hanyalah untuk/milik Allah Tuhan Semesta Alam “.Ini adaiah merupakan janji manusia terhadap Allah yang harus ditepati. yakni dengan jalan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. yang menurut syari’ah dinamakan taat, karena manusia ataupun jin diciptakan manusia memang untuk beribadah kepada-Nya. - JanjiTerhadapDiriSendiri
Misalnya seorang mahasiswa mengatakan, “Jika saya lulus ujianku, aku akan menyembelih kambing untuk dibagikan kepada orang lain”.
Seorang yang sakit yang serius, kala itu dia mengucapkan Jika aku sembuh dari penyakitku, aku akan berpuasa tiga hari. “ Kedua hal itu merupakan janji manusia terhadap diri sendiri yang harus ditunaikan, yang dalam bahasa agama disebut dengan nadzar. Ini harus dilaksanakan karena Allah telah berfirman : “ …Dan hendaklah menyempurnakan (memenuhi) nazar mereka… “ (Q.S.Al Hajj 29). Tentu saja nadzar yang harus dipenuhi adalah nadzar yang yang tidak menyimpang dari syari’at agama Islam. Tapi misalnya ada orang yang mengatakan,’’Kalau saya lulus ujian, aku akan potong tangan ibuku.” itu haram dilaksanakan, karena manusia oleh Allah tidak diperkenankan untuk menyiksa diri sendiri ataupun orang lain. - JanjiTerhadapSesamaManusia
Ini banyak ragamnya. Ada yang beijanji dengan seseorang untuk hidup semati, ada yang janji mau membayar hutang setelah rumahnya laku terjual, ada yang janji memberangkatkan haji kepada orang tuanya nanti setelah proyeknya seselai.dll seperti yang sudah kami sebut.
Dan janji ini berlaku dalam berbagai
segi kehidupan, sejak dilingkungan keluarga, kehidupan dalam masyarakat hingga
urusan kenegaraan. Yang jelas, selagi orang bergaul dan saling membutuhkan dan
sementara apa yang dibutuhkan belum terwujud, maka janjilah yang dianggap
sebagai solusi sementaranya.
F. Hukum Memenuhi Janji
Pada dasamya segala janji yang baik
yakni janji yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, wajib ditunaikan,
wajib dipenuhi. Namun boleh jadi hukum janji itu bisa berubah. Ini menurut
M.Yunan Nasution dalam khutbahnya, menjadi :
- Sunnah memenuhinya. Artinya boleh ditinggalkan. Misalnya orang yang berjanji untuk meninggalkan sesuatu yang tidak diperintahkan agama. Misainya, sejak hari ini saya tidak akan makan sambal.
- Sunnah tidak memenuhinya. Contohnya seperti orang yang berjanji dan bersumpah akan melakukan suatu perbuatan, misalnya jika saya lulus SLTA saya mau kursus menjahit. Ternyata dia berubah pikiran untuk melanjutkan kuliah dan ternyata diridhai orang tua. Maka kursus menjahitnya pun dibatalkan, karena melanjutkan kuliah. Konsekuensinya dia harus membayar kafarat sumpahnya itu. yaitu puasa kafarat 3 hari berturut- turut.
- Wajib tidak memenuhi janjinya. Yakni janji untuk berbuat jahat.
G. Hikmah Menepati Janji
Ketika semua orang, apa pun status,
profesi dan pekerjaannya senantiasa menepati janji yang telah diikrarkannya,
maka kehidupan ini akan damai dan indah. Saling percaya, menghormati, dan
mengasihi akan merebak di semua sisi kehidupan manusia. Semoga Allah SWT
memberi kemampuan kepada kita untuk menjadi orang-orang yang senantiasa
menepati janji sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT. Serta dapat
memuliakan dan membina jalinan antar sesama. Beberapa hikmah menepati janji
yaitu:
1. Dengan
menepati janji, kita terhindar dari sifat munafik. Sebab, perilaku orang
yang munafik salah satunya adalah ingkar janji.
2. Dengan
menepati janji dapat menjadi jalan untuk masuk surga Firdaus. Surga Firdaus ini
hanya diperuntukkan bagi orang yang memiliki sifat-sifat baik.
3. Dengan
menepati janji, kita akan terbebas dari tuntutan baik di dunia maupun
di akhirat. Setiap janji akan diminta pertanggungjawabannya.
4. Dengan
menepati janji, kita meneladani sifat Allah, yang tidak pernah mengingkari
janji-Nya.
5. Dengan
menepati janji, kita akan dipercaya orang lain. Salah satu sifat Nabi
SAW. yang mengantarkannya
dipilih Allah menjadi Nabi danRasul-Nya adalah
karena ia adalah orang yang tepercaya.
6. Dengan
menepati janji, kita akan menjadi pribadi yang berwibawa, tidak dilecehkan, dan
akan mendapatkan prasangka baik dari orang lain.
7. Dengan
menepati janji kita akan terhindar dari dosa besar dan akan meraih keutamaan.
Mengingkari janji antara sesama Muslim hukumnyaharam, sekalipun
terhadap orang kafir, lebih-lebih terhadap sesama Muslim. Jadi, memenuhi
janji termasuk keutamaan, sedangkan mengingkarinya dosa besar.
8. Dengan
menepati janji, jalinan antar individu akan terjalin harmonis dan semakin erat.
Menepati janji merupakan wujud dari memuliakan, menghargai, dan menghormati
manusia.
9. Dengan
menepati janji, kita digolongkan menjadi golongan Nabi Muhammad SAW.
H. Bahaya Ingkar Janji
Ingkar janji alias berbuat kebohongan.
Hampir setiap orang yang pernah berhubungan dengan orang lain kami kira sudah
pernah merasakan, betapa pahitnya dibohongi orang lain dengan ingkar janji.
Memang ingkar janji itu penuh dengan madharat, banyak sisi negatif yang akan
timbul akibat ingkar janji ini. Di antaranya :
1. Dengan
mengingkari janji, orang itu termasuk orang yang munafik. Sebab, perilaku orang
yang munafik salah satunya adalah ingkar janji.
2. Dengan
mengingkari janji maka semakin dijauhkan dari surga Firdaus. Sebab, surga
Firdaus hanya diperuntukkan bagi orang yang memiliki sifat-sifat
baik.
3. Dengan
mengingkari janji, tidak akan dipercaya orang lain. Bahkan orang-orang
terdekat pun juga tidak akan percaya.
4. Dengan
mengingkari janji, kita tidak memiliki wibawa, sering dilecehkan, dan selalu
mendapatkan prasangka buruk dari orang lain
5. Dengan
mengingkari janji, berarti telah melakukan dosa besar.
6. Dengan
mengingkari janji, jalinan antar individu akan terputus bahkan bias saling
bermusuhan. Jika orang yang diingkari itu tidak rela, maka akan bereaksi dan
timbul kemarahan. Jika marah tak terkendali, bisa menimbulkan pertengkaran,
perkelahian, bahkan bisa menyebabkan pembunuhan.
7. Jika
pemimpin ingkar janji terhadap rakyatnya, maka bukan mustahil akan terjadi
pemberontakan dan prahara di negerinya. Jika periodenya habis, jangan harap
bisa terpilih lagi sebagai pemiumpin. Jika yang ingkar janji suatu perusahaan
terhadap karyawannya. sering menimbulkan demo yang bisa membangkrutkan
perusahaan itu sendiri.
Allah SWT akan mengutuk keras dan
melaknat serta menimpakan bencana terhadap orang yang ingkar janji, baik itu
berjanji kepada Allah maupun berjanji terhadap saesama manusia. Ingkar janji
adalah merupakan indikasi orang munafiq, karena ciri-ciri orang Munafiq adalah
suka berdusta, suka ingkar janji dan suka mengkhianati teman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Janji
menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan
kesanggupan untuk berbuat. Pengertian lain menyebutkan, bahwa yang disebut
dengan janji adalah pengakuan yang mengikat diri sendiri terhadap suatu
ketentuan yang harus ditepati atau dipenuhi.
2. Wajib tidak memenuhi janjinya. Yakni
janji untuk berbuat jahat.
3.
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula yang
berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus
terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan
kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada,
maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.
4.
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan
mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut.
B. Saran
Seharusnya kita sebagai umat muslim
harus lebih berhati-hati dalam berjanji. Karena janji adalah hutang sampai
matipun itu akan tetap ditagih. Maka dari itu, apabila kita memang tidak mampu
menepati janji hendaknya tidak usah mengatakan janji. Sebab Allah sangat
membenci orang-orang yang berbohong ( mengingkari janji ) dan itu merupakan
salah satu ciri dari orang yang munafik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar